Dalam sebuah kereta ekonomi non-AC yang sangat panas, seorang
Manager muda dengan pakaian formal yang mewah berdiri di sana. Berdempetan
dengan penumpang lain. Tak lama kemudia dia membuka Smartphone android yang
ukuran layar terbilang cukup besar yaitu sekitar 6,5 inc. Lebih besar ketimbang
kebanyakan smartphone lainnya.
Dia memang sedang ada chat yang sangat penting dengan para
donatur. Pesan cepat itu membahas tentang dana sumbangan untuk membantu
masyarakat yang terkena musibah tanah longsor di salah kabupaten yang tidak
perlu disebut namanya.
Penumpang lain mulai menatap ke arah si manager, lalu mereka berbisik satu sama lain. Ilustrasi percakapannya seperti ini.
Nenek : Haduh anak muda sekarang, tajir dikit langsung
pamer. Naik kelas ekonomi niat cuman buat pamer apa,”ucap seorang nenek.”
Ibu-Ibu : Berharap suami saya tidak norak seperti ini
orang. Naik kelas ekonomi bukan hal yang wajar untuk orang seperti dia,”sahut
seorang ibu rumah tangga.”
Gadis : Diliat-liat keren sih, tapi sayang banget sama stylenya. Kenapa
coba ga sekalian aja naik kereta ber-AC,”seorang gadis ABG ikut andil suara.”
Pengusaha : Sepertinya dia baru kenal ‘kaya’. Atau dapat
harta warisan dari keluarga. Mungkin dia belum mengerti begitu pahitnya
kehidupan ini, tentu dia tidak akan memarken benda tersebut di Kelas
Ekonomi,”ujarnya berkata kepada seorang pemuka agama”
Pemuka agama : Andai saja mendalami ilmu agama mungkin saat
ini dia tidak akan sesombong itu. Jelas sombong hal yang sangat dibenci
tuhan.”balasnya untuk ucapan pengusaha tadi”
Anak SMA : Gue tau kok kalo lo itu kaya, tapi tolong deh, lo ga
usah pamer gitu. Gua nggak perlu style elo. Kalo lo emang kepengen diakuin, sebaiknya out dari kereta ini
dan naik kereta ber-AC saja.”celotehan dalam benaknya”
Si manager memasukan kembali smartphone ke dalam sakunya. Dia
membatin, Allhamdulillah, akhirnya para donatur mau ikut meyumbangkan dana untuk
korban bencana itu. Lalu dia memasukkan tangan ke dalam kantong celana dan
ternyata ada secarik tiket kerete kelas ekonomi. Sebelumnya dia telah menukar
tiket dengan seorang kakek tua yang mau naik kereta sesak ini. Tentu saja dia
tidak tega melihat hal tersebut. Dengan lekasnya dia menukarkan tiket
tersebut, biarlah kakek itu yang naik kereta ber-AC.”ucapnya”
Dari cerita yang sudah gue tulis kalian bisa mengutip bahwa, menghakimi orang lain tanpa tahu kebenarannya merupakan perbutan yang kurang manusiawi. Sebuah kebaikan, tindakan
penuh kasih. Bisa berubah drastis menjadi hal jahat karena persepsi kita. Jaga
persepsi kita, semua tak perlu kita nilai dari tampilan luarnya saja. Ingat ya
berpersepsi boleh-boleh saja asal jangan sampai kita berburuk sangka. Dan malah
mebalikkan sebuah niat baik seseorang.
Segitu dulu cerita fiktif yang udah gue re-write semoga saja kalian tersadar dan mengerti akan sensitifnya sebuah persepsi. Sering-sering kunjungin
blog gue yang terkesan abal-abal. Gue usahain selalu update
tenang aja... punya saran, komentar ,dan kritik kalian bisa masukin lewat fitur komentar.
Oh thanks gan infonya
BalasHapusyoi gan thanks kembali udah berkunjung
Hapustnk daannn atas informasinya
BalasHapusiya gan sama-sama,makasi udah mau berkunjung
HapusMantaab infonya...
BalasHapusjangan lupa baca artikel lainnya gan
Hapusbagus infonya trima kasih gan
BalasHapusterimakasih kembali gan sudah mau berkunjung dan membaca tulisan saya.
HapusCerita bagus ini. Pernah baca di sebuah grup di Facebook.
BalasHapusBerpikiran negatif memang buruk. Sangat buruk. Saya sendiri pernah kurang-lebih memiliki kebiasaan seperti itu. Tapi setelah bergaul dengan teman-teman yang "suka menghindari pikiran negatif atas semua hal" saya jadi mulai bisa merubah kebiasaan semacam itu.
Wah kebiasaan seperti itu harus cepat-cepat ditinggalin gan, takutnya ngerugiin banyak pihak termasuk lo sendiri hehe
Hapuswah wah bingung juga, persepsi persepsii..
BalasHapusParah gann, cuma secuil persepsi semua bisa kacau balau wkwk
Hapus