Kesadaran Dalam Bersocial Media

Kesadaran Dalam Bersocial Media

Social media, dua kata yang udah nggak asing di telinga kalian. Merupakan sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang akhirnya memunculkan aplikasi-aplikasi untuk mempermudah komunikasi (pada awalnya seperti itu). Namun, seiring berjalannya jam di dinding, social media digunakan lebih dari sekedar alat untuk berkomunikasi ataupun mencari informasi. Kebanyakan pengguna sosmed sekarang mengarah kepada hal-hal negatif. Gue sebutin nih contohnya, judi online, video 18+, tempat jual beli barang-barang ilegal, atau tempat untuk menebar kebencian dan provokasi.

Nggak sedikit juga sih, pengguna yang lain juga memanfaatkannya untuk hal-hal positif, misalnya saja online shop, promosi brand, promosi film, endorse dan rentetan hal positif lainnya yang nggak gue sebutin semuanya (emang yang gue tau cuma segitu). Gue sendiri udah main sosmed sejak kelas 4 SD (kalo nggak salah). Waktu itu gue diajak sama temen buat pergi ke warnet. Nah, dari situ gue kenal namanya Facebook. Awalnya gue sendiri ngebuat akun Facebook cuman buat main game.

Kumpulan Logo Sosial Media

Setelah gue lulus dan menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama, gue mulai berani buat bikin status di Facebook, udah nggak malu buat majang muka sendiri dan hal lainnya. Jujur aja, status-status gue delapan tahun yang lalu bikin gue nyesel dan ngomong dalam hati "kok gue bisa-bisanya bikin status sealay gini ya?". 4kuchh 54y4n9 b9t 54m4 k4much, 5em094 k4muchh 7u94 91tu y4chh :*{} (contoh kalimat alay, sumpah dulu gue nggak sealay gitu).

Saat gue berada di kelas sembilan, yang bentar lagi bakal lulus. Gue makin berani ngeluarin pendapat di social media. Postingan apa aja pasti gue komen. Apalagi waktu itu pikiran gue bener-bener masih labil, gue selalu ngeluarin kata-kata yang nggak sopan. Berantem di dunia maya, itu udah hampir tiap hari. Bullyan-bullyan, makian, cacian, dan hal lainnya udah jadi makanan sehari-hari gue di social media. Pokoknya gue mudah banget buat terprovokasi, mudah terhasut, postingan positif berubah jadi negatif akibat kelabilan gue. Memang belum seharusnya di umur gue yang terbilang dini buat ngenal namanya social media. Semuanya makin nggak terkontrol, nggak bisa bedain mana hal-hal yang baik dan yang bertentangan.

Memasuki bangku SMA, gue mendapat hidayah dan mulai sadar dengan tingkah bodoh gue dalam bersocial media, secara nggak langsung kebodohan gue itu memberi dampak dalam kehidupan nyata. Gue menjadi remaja yang mudah emosian, suka membentak dan nggak bisa ngebaca situasi. Segala omongan orang gue masukin ke dalam hati (jadi orang yang mudah tersinggung), dari situ malah tumbuh rasa dendam. Kesadaran gue itu tentu saja membawa dampak positif, cara gue memandang social media pun ikut berubah. Gue sedikit lebih tenang, tidak mudah terhasut, bisa membandingkan konten-konten yang positif maupun negatif. Bukannya gue sok dewasa, tapi kenyataannya emang gitu. Gue merasa ada yang berubah dari cara gue bersosial media.

Gue berharap, semoga saja para anak-anak, remaja dan yang membaca tulisan gue ini bisa segera mendapat hidayah seperti gue. Dan tolong bagi orang tua yang membiarkan anak-anaknya menggunakan sosmed dengan leluasa, mulailah awasi apa saja yang anak kalian lakukan. Jangan sampai mental mereka menjadi rusak, sebab kecerobohan kalian sendiri yang membiarkan mereka melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya.

Hingga saat ini gue udah pernah nyoba berbagai macam aplikasi social media, namun kini hanya menyisakan beberapa. Sekarang ini gue cuma main Facebook (nggak bisa lepas kayanya), Instagram, Twitter, Line, YouTube, dan WhatsApp. Sebenernya masih ada aplikasi lainnya, tapi udah gue uninstall. Nggak ada bedanya sama Facebook, aplikasi-aplikasi yang lain juga sering gue lihat pemandangan orang-orang yang saling serang. Padahal mereka sudah bisa dikatakan dewasa secara usia, tapi sayang cara berpikir yang rasionalis justru merugikan banyak pihak. Mirisnya negeri ini, dari cara kita berkomentar di social media itu juga mencerminkan kondisi mental negara ini. 

Gue sendiri punya prinsip, "Jangan pernah mengurusi apapun urusan orang lain yang sama sekali nggak ada sangkut-pautnya dengan diri gue, cukup mereka yang mengurusi diri gue". Kata yang gue garis bawahi itu emang terkesan naif, tapi apa salahnya mencoba menahan diri walaupun selalu mendapat hujatan. Era sekarang apapun yang kalian posting, tak lepas dari celaan para penebar benci. Mereka selalu berusaha menjatuhkan dan memprovokasi banyak pihak. Nah bagi kita yang mau berbagi tapi nggak pengen di kolom komentar berisi hujatan (walaupun konten/karya yang dibagikan tergolong positif), kita bisa memanfaatkan fitur untuk mematikan komentar. Kalo komentar udah terlanjur terpampang, tinggal delete aja, kalo perlu blok sekalian pengguna akun tersebut.

Cobalah menahan diri, jangan mudah terpancing dan saling menyerang satu sama lain. "Kalo emang kalian nggak suka sama orang lain, tunjukin dengan karya bukan cacian". Jangan pernah takut untuk berkarya, meskipun kalian bakal mendapatkan hinaan. Karya kalian tidak pernah dihargai? itu sudah menjadi budaya negeri ini. Tetap tenang, semangat, jadikan itu sebuah tantangan dan yang terpenting jangan pernah menyerah untuk impian kalian. 

Bahkan Kementerian Kominfo sempat berniat memblokir akses social media, karena disinyalir menjadi tempat untuk menyebarkan paham radikal yang dinilai dapat menggoyahkan keberadan negara kita. Sebenernya keinginan itu sah-sah saja, andai saja pihak Kominfo sudah menyediakan solusi. Kalo cuma sekedar menutup tanpa memberikan solusi, menurut gue itu bukan opsi yang tepat untuk memberantas para provokator. Tetep ngotot ingin menutup semua akses sosmed? mungkin negeri ini akan mengalami kemunduran yang signifikan. Gue sendiri berpikir, segala sesuatu dimulai dari diri sendiri. 

Kita harus bisa menahan diri, harus bisa lebih tenang, hindari hal-hal yang berbau provokasi, dan sebagainya. Jika semua orang sadar akan hal itu, gue yakin tanpa harus menutup segala akses social media kita semua tidak akan mudah terhasut. Kuncinya hanyalah tetap tenang dan menanggapi sesuatu dengan kepala yang dingin.

4 komentar :

  1. Zaman sudah canggih membuat kita lebih baik, tapi sudah canggih juga untuk menghancurkan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gitu deh, balik lagi ke masing-masing orangnya aja. Jangan sampe ngerugiin banyak orang, apalagi harga diri sendiri.

      Hapus
  2. orang-orang kaya gitu harusnya diwajibin buat rehabilitasi berkelanjutan, biar nggak kena stroke ringan.

    wahaha thanks yo udah maen-maen di sini, jangan lupa cek postingan sebelah.

    BalasHapus
  3. Bersosial media dengan sopan itu nenurut saya langkah yang baik .

    BalasHapus